Cashflow Quadrant - Di Quadrant Mana Kau Berada?

Ok, kita lupakan sejenak internet dan sejarahnya. Kali ini, ijinkanlah kami mengajak saudara sebangsa dan setanah air, untuk mengetahui alasan kenapa kami ingin sekali mempelajari cara memulai, menjalankan, dan mengembangkan bisnis melalui internet.

Cashflow Quadrant, mungkin ada diantara kita yang pernah mendengarnya. Yep, Cashflow Quadrant merupakan salah satu buku yang ditulis oleh Robert Kiyosaki, penulis yang terkenal dengan Rich Dad Poor Dad Seriesnya.

Bagi yang belum membacanya, Rich Dad Poor Dad adalah tentang pelajaran-pelajaran yang didapat Robert dari kedua macam ayahnya. Dimana, yang satu adalah ayah sesungguhnya, dan satunya lagi, adalah sahabat sang ayah.

Yang satu punya pendidikan tinggi. Sedang lain drop out saat duduk di bangku sekolah tinggi (setingkat SMU). Yang satu miskin, sedang satunya lagi kaya raya. So? Apanya yang menarik dari buku itu?

Menurut pendapat kami (ijinkanlah kami untuk memiliki pendapatan), buku ini berisi banyak pelajaran yang berharga. Berisi kisah yang sangat motivatif serta inspiratif tanpa pake tanda kutif apalagi provokatif.

Terutama buat mereka yang ingin memulai, membangun, menjalankan, dan mengembangkan bisnis, serta mencari kebebasan finansial. Ingin tahu ceritanya? (pake nanya, emang ngaruh?)

Begini ceritanya...Once upon a time... Alkisah... terdapatlah sebuah dusun yang kecil dan terpencil. Dusun yang nyaman untuk di huni. Tapi ada satu masalah, yaitu air. Dusun itu tidak memiliki air. Kecuali saat turun hujan.

Untuk mengatasinya, para tetua adat akhirnya mengadakan lelang terbuka. Mereka memutuskan untuk mencari dan memberi kontrak bisnis kepada pihak manapun yang mampu menyuplai air ke dusunnya.

Dari lelang itu, dua orang mengajukan diri. Untuk menghindari kapitalisasi dan monopoli, tetua adat memutuskan menerima keduanya. Katakanlah yang satu bernama Udin, dan satunya lagi bernama Ujang. Lalu?

Setelah kontrak diterima, si Udin pergi ke kota, dan membeli dua buah ember. Dengan ember itu, Udin menuju lembah yang puluhan kilometer jauhnya, mengisinya dengan air, mengangkutnya ke dusun, lalu menuangnya ke dalam bak penampung.

Saat sore menjelang, saat bak terisi penuh, merupakan saat-saat yang paling ditunggu-tunggu dan paling membahagiakan bagi Udin. Kenapa? Yep, karena pada saat itulah dia mendapat uang hasil kerja kerasnya seharian.

Jadi begitulah, 12 jam sehari, 6 hari dalam seminggu, dari pagi sampai petang, si Udin bekerja keras mondar-madir untuk memindahkan air dari lembah, ke dusunnya. Kecuali hari Minggu dan hari-hari besar lainnya, si Udin libur.

Lalu bagaimana dengan si Ujang? Apa yang sedang dia kerjakan? Dan cara apa yang digunakannya untuk menghasilkan uang dari kontrak yang telah diterimanya?

Si Ujang ternyata menghilang entah kemana. Ujang bahkan tidak menampakkan batang hidungnya selama berbulan-bulan. Mengetahui hal ini, si Udin pasti senang dong. Berarti hilang sudah saingannya. Dan si Udinlah yang mendapatkan semua pelanggan.

Lalu, apa sebenarnya yang sedang dilakukan Ujang? Kenapa dia menghilang? Kemana dia? Kenapa dia belum mengerjakan kontraknya, dan mulai menghasilkan uang seperti yang dilakukan Udin?

Tidak seperti Udin yang membeli ember lalu menjadikannya sebagai modal nyari duit, setelah menerima kontrak, Ujang pergi ke kota, membuat perencanaan bisnis, mendirikan perusahaan, mencari investor, mempekerjakan seorang manajer, dan 6 bulan kemudian kembali ke dusunnya beserta sejumlah pekerja kontruksi.

Dalam waktu satu tahun, Ujang beserta kru, selesai membangun saluran air dari lembah ke dusun. Saat peresmian, Ujang memberikan jaminan bahwa air yang di suplainya lebih jernih. Itu karena Dia tahu, banyak pelanggan Udin yang mengeluh karena airnya keruh.

Ujang juga menjamin sanggup menyuplai air selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Tidak seperti Udin yang hanya bisa mensuplai air pada hari kerja. Untuk lebih memperketat persaingan, Ujang juga memberikan harga 75% lebih murah dari harga yang dipatok Udin. Warga dusun pun bersorak, dan berlari membeli air dari Ujang.

Lalu? Bagaimana dengan Udin? Apa yang dia lakukan untuk menghadapi persaingan yang ketat dari Ujang?

Untuk menghadapi ketatnya persaingan, Udin ikut menurunkan harga hingga 75%, membeli beberapa buah ember lagi, dan memberi penutup agar airnya tidak keruh. Demi meningkatkan pelayanan, Udin mempekerjakan kedua anaknya untuk mengangkut air pada malam hari, dan hari libur.

Saat kedua anaknya harus pergi untuk kuliah di kota, Udin berpesan "Cepatlah kembali nak, sebab kelak bisnis ini akan ku wariskan kepada kalian." Tapi sayang, entah kenapa kedua anaknya itu tak pernah mau kembali.

Sementara menunggu kedua anaknya kembali, Udin mempekerjakan beberapa orang sebagai pengganti. Seiring waktu, Udin mulai mengahadapi berbagai masalah. Diantaranya, para pekerjanya mulai menuntut kenaikan gaji, pengurangan beban kerja, dan mendapat libur.

Lalu bagaimana dengan Ujang? Apakah dia menghadapi masalah yang sama?

Berbeda dengan Udin yang makin repot dengan berbagai masalah, Ujang yang punya banyak waktu luang untuk bersantai dan berpikir, mulai mencari cara untuk mengembangkan bisnisnya. Ketemu?

Yep, entah bagaimana, akhirnya Ujang punya pikiran.... "kalo dusun ku perlu air, berarti dusun lain juga pasti butuh air dong." Ya iya dong, masak ya iya deh.

So begitulah, akhirnya Ujang mulai membuat perencanaan bisnis lagi. Mendapatkan kontrak, dan membangun pipa-pipa air. Lalu mulai menjual air ke dusun tetangga. Begitu seterusnya. Hingga semua dusun membeli air darinya.

Ujang memang cuma mengenakan biaya beberapa sen untuk setiap liter air yang dijualnya. Tapi dia bisa menjual milyaran liter perhari. Dan Ujang tetap bisa menjual air walau dia bekerja atau tidak. Semua berjalan otomatis.

Itu berarti bisnisnya akan terus mengalirkan air dan uang tanpa harus bergantung pada kehadiran dan kerja keras Ujang. Tidak seperti Udin, yang harus bekerja keras membanting tulang sekuat tenaga agar bisnisnya tetap bertahan.

Singkat cerita... pada akhirnya Ujang hidup senang dan banyak uang. Sedang Udin harus terus membanting tulang agar dapat uang. Kasian deh Udin.

Nah, kata Robert, kisah inilah yang telah merubah pola pikirnya. Selama bertahun-tahun, kisah ini telah menjadi pemandunya dalam mengambil setiap keputusan. Kisah diatas telah membuatnya selalu bertanya...

"Am I building a pipeline or hauling buckets?"
"Am I working hard or am I working smart?"

Dengan terus berusaha mencari jawaban atas pertanyaan diatas, telah membuat Robert mendapatkan kebebasan finansial yang diinginkannya. Dan Cashflow Quadrant, adalah buku tentang semua itu.

Cashflow Quadrant, akan memberikan penjelasan mengenai apa-apa yang diperlukan untuk membangun sesuatu yang bisa menjadi jalan untuk menuju kebebasan finansial.

Cashflow Quadrant, dibuat khusus bagi orang yang telah siap untuk membangun pipa-pipa yang akan menyalurkan uang kekantongnya, bukan malah menghisap uang dari kantongnya.

Ok, mulai terasa membosankan? Nah, biar kita sedikit mengerti mengenai apa yang dimaksud Robert dengan Cashflow Quadrant, berikut ini sedikit bocorannya. Coba perhatikan gambar dibawah ini.

Itulah yang dimaksud oleh Robert dengan Cashflow Quadrant. Huruf-huruf pada gambar diatas melambangkan:

  • E = Employee atau Pekerja, Karyawan, atau sejenis.
  • S = Self Employee atau Profesional, contohnya dokter, pengacara, dll.
  • B = Business Owner atau pemilik bisnis.
  • I = Investor atau Pemilik Modal.

Menurut Robert, setiap orang setidaknya berada pada salah satu dari ke empat quadrant tersebut. Bergantung dari mana penghasilan utamanya berasal. Misalnya Employee atau pegawai yang bergantung pada gaji bulanan.

Atau Self Employee (Profesional) yang mencari income dengan cara menjual keahliannnya, contohnya dokter, lawyer lier, yang membuka praktek sendiri. Atau business owner dan investor yang mendapat income dari bisnis atau investasi yang di milikinya.

Lalu? Hubungannya dengan kebebasan finansial?

Robert berpendapat, meski kebebasan finansial dapat di temukan pada ke empat quadrant, tapi, dengan berada pada Quadrant B (Business Owner) atau I (Investor), seseorang akan mendapatkan kebebasan itu lebih cepat.

Robert juga banyak mengkritik pemikiran-pemikiran yang salah dan banyak berkembang di masyarakat. Diantaranya mengenai sistem pendidikan yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan jaman.

Apa benar begitu? Apa yang dikatakan Robert mengenai sistem pendidikan? Dan apa benar hanya pemilik bisnis dan investor saja yang bisa mendapat kebebasan finansial dengan lebih cepat? Apa sebabnya?

Yep, Robert punya keyakinan seperti itu. Contohnya kisah diatas tadi. Dan, jika kamu pernah membaca seri-seri Rich Dad Poor Dad sebelumnya, kamu juga pasti akan mengerti kenapa si Robert berkeyakinan seperti itu.

Nah, bagaimana? Masih mencari jalan dan ingin mendapatkan kebebasan finansial yang di impi-impikan? Jika memang iya, maka ijinkanlah kami merekomendasikan buku ini sebagai bahan pertimbangan dan masukan.

Kamu juga dapat mencari informasi lebih lanjut di website Rich Dad ini. Di website itu, kamu akan menemukan berbagai produk yang memberi mu berbagai skill dan keahlian, yang bakal kamu butuhkan untuk mencapai kebebasan finansial. Selamat Hari Pahlawan, Merdeka!!!