Bagaimana Cara Mengatur Duit?

Pepatah bilang... Duit mu harimau mu... yang selalu siap menerkam mu. Yep, bukan mulut saja yang bisa menjadi harimau, duit juga bisa. Ga percaya? Pernah mendengar orang kaya yang punya banyak penghasilan tapi tetap dililit utang? Pernah melihat orang-orang kaya yang selalu gelisah dan ketakutan dikejar-kejar hutang?

Yep, bukan orang berpenghasilan minim saja yang kekurangan duit, bahkan orang-orang yang katanya punya banyak sumber penghasilan pun, sering merasa tak pernah punya cukup duit. Mengapa? Apakah itu cuma perasaan mereka saja? Atau memang penghasilan mereka yang kurang?

Mungkin. Itu mungkin memang cuma masalah perasaan. Atau mungkin juga penghasilan mereka yang tak sebesar pengeluaran. Seperti kata orang bijak tadi... duit itu sama seperti mulut... bila tidak bisa mengaturnya... bersiaplah untuk mendapat masalah darinya. Dan seperti juga mulut, bukan ukuran yang jadi masalah... melainkan... bagaimana cara mengggunakan... alias mengaturnya.... ini kata orang bijak lho... bukan menurut hemat kami.

Nah, gimana menurut sampeyan? Opo sampeyan sudah percoyo... bahwa duit itu hampir sama dengan mulut? Opo sampeyan masih kurang yakin? Baeklah... kami akan mencoba mencari perumpamaan laen. Begini mas... menurut sampeyan... ada nggak hubungan antara mulut dengan perasaan?

Yep, tentu ada. Bagaimana sampeyan menggunakan mulut, pasti akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana perasaan sampeyan, betul? Lalu, menurut sampeyan... ada nggak hubungan antara duit dengan perasaan? Ada nggak hubungan antara bagaimana perasaaan sampeyan, dengan bagaimana cara sampeyan mengatur atau menggunakan duit?

Kalo menurut para pakar finansial sih... hubungan itu ada, bahkan sangat erat. Dan... menurut sumber yang amat sangat dapat dipercaya... bagaimana cara seorang anak manusia mengatur duit itu ... akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana perasaan si anak tadi terhadap duit. Contohnya?

Begini mas... coba sampeyan ingat-ingat... kapan terakhir kali sampeyan mengeluarkan duit? Mungkin kemarin, beberapa jam, atau bahkan menit yang lalu, betul begitu? Sudah ingat? Sekarang coba sampeyan ingat-ingat lagi, untuk apa sampeyan mengeluarkan duit itu? Sudah ingat? Sekarang coba sampeyan tanyaken pada diri sampeyan sendiri, apa alasan sampeyan mengeluarkan duit itu? Hayooo... ngaku aja mas...

Apa duit itu sampeyan gunaken buat beli kebutuhan sehari-hari, misalnya sembako? Ato mungkin juga untuk membeli sesuatu yang sampeyan butuhkan atau inginkan saat itu? Bagaimana dengan perasaan sampeyan saat itu? Merasa takut ga punya cukup duit buat membayar?

Opo sebelumnya... sampeyan pernah... bahkan selalu merasa khawatir dengan harga barang yang ingin dibeli? Apa keputusan sampeyan untuk membeli barang itu, akan memberi pengaruh yang besar kondisi keuangan nantinya? Apa yang sampeyan rasaken setelah membelanjakan uang? Merasa bersalah? Atau malah senang?

Gimana? Sudah bisa melihat hubungan antara duit dengan perasaan? Masih belum? Coba sampeyan inget-inget kejadian... dimana suatu ketika... tatkala dengan atau tanpa sampeyan sadari... keputusan sampeyan untuk membeli sesuatu, ternyata telah memberi dampak emosional yang sangat besar terhadap kehidupan sampeyan dan keluarga.

Sudah inget? Sekarang coba sampeyan jawab, kira-kira... apa yang membuat kejadian itu menjadi begitu emosional? Nah... jadi... betul bukan? Bagaimana cara sampeyan membelanjaken duit, akan memberi pengaruh terhadap kondisi emosional atau perasaan sampeyan? Jadi intinya... duit itu lebih bersifat emosional ketimbang logikal.

Teori dan fakta ini dikemukakan oleh para pakar finansial lho mas. Dan bukan hasil rekayasa atau imajinasi kami semata. Fakta ini mereka dapat dari hasil penelitan dan keluhan-keluhan yang mereka dapat dari orang-orang yang sedang, atau sering mendapat masalah keuangan.

Dari hasil penelitian itu, akhirnya mereka menyimpulkan bahwa, setidaknya ada tiga alasan utama kenapa seorang anak manusia membelanjakan uangnya. Coba perhatikan tiga alasan ini baek-baek mas, sebab ini mungkin akan sangat berguna buat sampeyan nantinya, baek sebagai pembeli, ataupun penjual. Berikut ini alasan-alasannya:

Impulsive atau Dorongan Hati

Menurut para pakar tadi... bagaimana cara seorang anak manusia menghabiskan duitnya, cenderung dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat psychologis. Maksudnya? Bagaimana seseorang mengatur atau membelanjakan duitnya, akan sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman hidup yang pernah dilalui dan dialaminya. Contohnya?

Misalnya... seseorang yang pernah mengalami masa kecil yang katakanlah... selalu kekurangan, hingga hampir selalu tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Hal ini ternyata telah memberi dampak pada kondisi kejiwaannya. Dan untuk menutupi kehilangan itu, dia mencoba memenuhinya dengan cara membeli apapun yang dia inginkan. Tanpa peduli apakah barang itu memang dibutuhkan, atau tidak. Dan akibatnya?

Yep, dia menjadi orang yang kosumeristik, alias suka mengkonsumsi hal-hal yang berbau mistik.... eh salah... maksudnya... suka menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang sebenarnya sama sekali tidak dia butuhkan. Nah, menurut sampeyan, apakah cara mengatur duit seperti itu adalah hal yang:

  1. Tidak Baik.
  2. Agak Tidak Baik.
  3. Kurang Baik.
  4. Kurang Baik Sekali.
  5. Sangat Kurang Baik Sekali.
  6. Semuanya Benar.

Yep, jawabannya tentu saja adalah f. Sebab apa? Sebab, kebiasaan ini akan berakibat sangat tidak baik sekali terhadap orang yang bersangkutan. Kebiasaan ini akan menjauhkan dia dari kebiasaan menyimpan uang untuk jangka waktu yang cukup lama. Dia menjadi cenderung untuk selalu menghabiskan uangnya. Kasihanilah Dia. Tidakkah dia tahu bahwa, semakin lama menyimpan uang, maka akan semakin tinggi nilainya?

Krisis Ekonomi

Tahukah engkau bahwasanya... krisis ekonomi itu ternyata akan sangat berpengaruh terhadap bagaimana seseorang seharusnya membelanjakan uangnya? Yep, kami yakin kau pasti sudah tahu. Krisis ekonomi yang kami maksud bukan sekedar krisis ekonomi secara nasional maupun global. Melainkan lokal alias krisis yang terjadi dalam lingkup kecil.

Misalnya seseorang yang tiba-tiba dipecat. Atau bisnisnya bangkrut. Atau kena tipu habis beneran (bukan habis-habisan). Kejadian-kejadian seperti itu, akan memberi pengaruh yang besar terhadap bagaimana orang tersebut membelanjakan uangnya. Kejadian tersebut akan mempengaruhi bagaimana perasaannya terhadap uang.

Kewajiban-kewajiban

Lo pasti sangat tahu, bagaimana cara seseorang membelanjakan uangnya, pasti sangat dipengaruhi oleh seberapa banyak kewajibannya finansial yang harus dipenuhinya. Misalnya dalam hal pajak, kredit, utang, iuran, dll. Seseorang yang punya banyak kewajiban, tentu akan berbeda dengan orang yang punya lebih sedikit kewajiban, betul?

Banyak orang yang stress karena memikirkan penghasilannya yang habis cuma buat memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut. Dia jadi takut untuk membelanjakan uangnya. Bahkan untuk sekedar memenuhi kebutuhannya (primer). Apalagi untuk hal-hal yang bersifat sekunder. Berbeda dengan orang yang hanya punya sedikit kewajiban, betul?

Kejadian-kejadian Emosional

Impulsive, krisis, kewajiban, hanyalah sebagian kecil dari adalah hal-hal yang bisa berakibat pada bagaimana seseorang mengatur duitnya. Sebab, kejadian-kejadian bersifat emosional yang berhubungan dengan duit, bisa memberi efek yang jauh lebih besar, yaitu menjauhkan pemahaman kita mengenai cara mengatur duit. Benarkah?

Yep, itu benar. Orang umumnya berpendapat bahwa, semakin besar pemasukan, maka semakin kayalah mereka jadinya, betul? Dan akibatnya, mereka berlomba-lomba mencari pemasukan tambahan, betul? Karena mereka beranggapan, dengan penghasilan tambahan, maka semua kebutuhan mereka akan bisa terpenuhi, betul?

Lalu, apa pendapat itu salah? Bukan, bukan salah, tapi tidak selalu benar. Menurut para pakar tadi, bukan besarnya pemasukan yang menentukan, melainkan, seberapa baik pengaturannya. Mpu Sendok dalam kitabnya yang berjudul Pujangga Mandaka Karmala Jaya dengan tegas-tegas mengatakan bahwa: It matters not how much you make, only how well you manage your money that counts.

Yang artinya... yang penting itu bukan ukurannya bung... melainkan cara penggunaannya. Yep, kami tahu, kata-kata ini mungkin mengandung sedikit unsur porno terapi dan porno terasi. Tapi ketahuilah, sesungguhnya, unsur-unsur itu tidak pernah sedikitpun terlintas di benak kami. Kami hanya ingin sedikit berimprovisasi, cuma itu, sumpah mampus.

So, apa benar yang penting itu bukan ukurannya, melainkan cara pengaturannya? Pernah mendengar orang yang mendapat penghasilan tambahan tapi malah menjadi jauh lebih miskin dari sebelumnya? Pernah menemukan orang yang punya sumber penghasilan tambahan tapi pendapatannya malah berkurang? Belum pernah? Carilah... dan kau akan mengerti dengan sendirinya.

Jadi, gimana? Gimana seharusnya cara kita mengatur duit? Apakah dengan menyimpannya, menggenggammnya, menyembunyikannya rapat-rapat, dan berusaha untuk tidak membelanjakannya sama sekali? Tentu tidak. Kita orang tentu tidak mau menjadi orang yang kikir dan super irit, betul? Tapi kita orang juga tentu tidak mau jadi orang yang boros dan super mubazir, betul? Sebab kita orang tahu, dua-duanya itu sama buruknya, betul?

Nah, ingin tahu kelanjutannya? Bagaimana dengan ebook Money Mastery Methods yang kemarin kami anjurkan? Sudahkah anda mendownloadnya? Sudah membacanya? Sudah mempraktekkannya? Adakah perubahan yang anda rasakan? Belum? Sabar aja bang... coba terus... cepat ato lambat... kami yakin sampeyan pasti akan merasakannya. Dijamin!!! or Your Money Back!!!